JIKA MENGINGINKAN PERUBAHAN, IWAN BUDIANTO: PERAN PEMUDA MUTLAK DIBUTUHKAN




Oleh : SulaimanLaw ID

Perubahan bukan HARTA PENINGGALAN yang dapat diwariskan, dengan sekedar menunggu pewarisnya meninggal, lalu berpikir akan dengan mudah begitu saja di-dapat-kan. Perubahan bukan juga BARANG DAGANGAN yang digelar pada emperan toko untuk dijual, lalu diteriakkan dalam wacana promosi jual-beli dengan harapan mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Tapi yang jelas, perubahan bukanlah takdir, perubahan selalu dapat diwujudkan kearah yang sesuai dengan yang dikehendaki.

Bahwasanya, perubahan adalah transformasi dari suatu hal atau keadaan yang berubah (Baca: Kamus Besar Bahasa Indonesia: KBBI), seperti senja yang menjadi malam, mendung menjadi hujan, terjajah menjadi merdeka, dan bisa juga perubahan itu seperti berkeluarga dengan menikahi lalu mempunyai anak.

Namun seperti apapun itu, pada dasarnya, perubahan adalah keniscayaan hidup. Segala sesuatu yang hidup selalu mengalami siklus perubahan, tidak ada kehidupan tanpa perubahan. Oleh karenanya, dalam aspek hidup bagi yang namanya “manusia” yang terkenal di sebut sebagai “hewan”/zoon yang “bermasyarakat”/politican atau Zoon Politican” yang berarti makhluk sosial, maka perubahan sejatinya suatu keadaan yang berubah kearah yang lebih baik.

Meski perubahan adalah keniscayaan hidup, pada kenyataannya, bahwa merubah keadaan menjadi lebih baik tidaklah mudah, tidak bisa diwujudkan hanya sekedar dengan diteriakkan atau didengungkan dengan hiasan kesempurnaan kata-kata, menggema menggelora (Roma Irama, Reformasi). Lebih dari itu, mewujudkan perubahan seringkali memerlukan perjuangan dan kekuatan yang terangkul dalam suatu gerakan yang tidak lain adalah gerakan perubahan itu sendiri, aseeek.

Sejarah membuktikan bahwa mencapai perubahan itu memerlukan perjuangan dan kekuatan. Mungkinkah Indonesia bisa mencapai kemerdekaannya pada waktu itu, apabila para “ulamanya” sibuk “mengkafir-kafirkan”?, mungkinkah Indonesia bisa mencapai kemerdekaannya pada waktu itu, apabila antara para pemeluk agama yang satu dangan agama yang lain sibuk saling “membenci”?, atau mungkinkah Indonesia bisa mencapai kemerdekaannya pada waktu itu, apabila para pemimpin dan pejabatnya sibuk “korupsi”?. Tapi, mungkin saja pada waktu itu, Indonesia bisa mencapai kemerdekaannya apabila generasi mudanya sibuk bermain mercon atau petasan, mengganggu kekhusyu’an ibadah para ulamanya. 

Achh sudahlah, mumpung masih muda dan telah menjadi BAPAK MUDAH, lebih baik sibuk mengurus anak yang baru lahir dan lebih meningkatkan rasa cinta kepada istri satu-satunya yang baru saja melahirkan. Ya, tidak lupa pula BELAJAR HIDUP BERARTI, paling tidak memberi contoh yang baik untuk anak, walaupun sekedar dengan membantu pasien dirumah sakit yang sedang membutuhkan donor darah, atau mengabdi membangun karang taruna yang lebih baik. Pariri lema bariri, hehe. Barangkali seperti itulah yang dirasakan oleh suami yang istrinya baru saja melahirkan anak pertamanya.

Tapi, perubahan adalah sesuatu yang harus diupayakan, terlebih perubahan untuk menciptakan kehidupan sosial kepemudaan yang lebih baik, selain karena “pemuda saat ini adalah pemimpin bagi kehidupan yang akan datang”, bahwa pemuda adalah insan kesayangan orangtua (Baca: Orangtua), “beri saya anak pertama laki-laki, maka akan ku gonjang surga dunia”. Hehe.

Pemuda di sebut-sebut sebagai agent of change, bahkan berkaca pada sejarah, dari 68 orang tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia atau sering disebut sebagai The Founding Fathers, satu diantaranya yang sekaligus merupakan Sang Proklamator Bangsa, Ir. Soekarno dalam pidatonya pernah mengatakan, “beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugunjang dunia”.

Apakah mungkin dan bagaimana caranya hanya dengan sepuluh pemuda bisa menggunjang dunia?. Tentunya bukan tanpa alasan ketika Sang Proklamator Bangsa berucap demikian, peran pemuda sangatlah besar. Hal ini terbukti saat era kemerdekaan Indonesia, para pemudalah yang mendesak agar kemerdekaan  Indonesia segera diproklamasikan. Pemuda juga yang mengawali pembentukan bangsa ini dengan hadirnya kongres pemuda yang kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda, dan masih banyak lagi lainnya kisah tentang peran pemuda yang telah menghasilkan perubahan.

Rasanya tidak akan pernah cukup-waktu bila membicarakan dan menulis tentang pemuda dan perubahan, bahkan ketika air laut sekalipun dijadikan tinta, mungkin tidak akan cukup, karena menjadi muda adalah nikmat Tuhan. Setidaknya, soal kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini, sejarah cukup menjadi bukti yang tidak terbantahkan, bahwa keterwujudan perubahan, tidak penting tentang siapapun pemimpinnya, baik pemimpin negara ataupun pemimpin di daerah, jika menginginkan perubahan, peran pemuda mutlak dibutuhkan. Disini, saya mencontohkan teman seperjuangan saya, Iwan Budianto.

Selamat atas kelahiran anak pertamanya, saudaraku.

*Banjarsari, 1 Juni 2017

 
Share:
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkomentar dengan baik.

Isu Hangat

LALU SULAIMAN

Dan seandainya saya menjadi GUBERNUR, maka saya akan "Membesarkan yang kecil dan menguatkan yang lemah". Itu saja sihh.----»S e l e n g k a p n y a
Artikel Terkait
» Artikel 1
» Artikel 2
» Artikel 3