PELAJARAN HUKUM DARI PUTUSAN KASUS AHOK




Sejak awal, kasus Ahok selalu menjadi bahasan yang menarik, terlebih untuk menambah wawasan hukum. Kasus Ahok telah menarik sebelum masuk dalam ranah hukum, pun hingga kemudian masuk menjadi “perkara pidana dugaan penistaan agama” yang berujung pada adanya “Putusan” dalam sidang di pengadilan.

Ada yang menarik dari putusan pengadilan atas kasus Ahok, bahwa Ahok akhirnya diputus bersalah oleh “Majelis Hakim” dengan menggunakan “Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)” yang pada pokoknya berkaitan dengan tindak pidana penistaan agama, padahal sebelumnya dalam persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ahok dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 156a KUHP, melainkan JPU dalam “surat tuntutannya” hanya menuntut Ahok dengan Pasal 156 (tanpa “ a”) KUHP yang pada pokoknya berkaitan dengan tindak pidana penyebar kebencian dan permusuhan terhadap golongan.

Ultra Petita, demikian istilah dalam hukum untuk putusan yang dijatuhkan oleh “Majelis Hakim” atas kasus Ahok. Ultra Petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak dituntut; atau memutus suatu perkara melebihi dari pada yang diminta. Pengaturan tentang Ultra Petita terdapat dalam Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) yaitu pada Pasal 178 ayat (2) dan (3), dan juga pada aturan padanannya yaitu Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg) pada Pasal 189 ayat (2) dan (3), yang pada pokoknya melarang seorang hakim memutus melebihi apa yang dituntut (petitum). Akan tetapi, HIR dan RBg merupakan hukum acara yang berlaku di pengadilan perdata Indonesia.

Jika demikian, bagaimana Ultra Petita dalam khasanah Peradilan Pidana tentang kasus Ahok ?

Bila hanya merujuk pada ketentuan “Hukum Acara” yaitu Pasal 182 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang pada pokoknya menjelaskan : bahwa “Majelis Hakim” dalam mengambil suatu keputusan terlebih dahulu melakukan musyawarah tentang putusan yang akan diambil, dengan harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di persidangan (Baca : Pasal 182 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP), maka penafsiran kaku ketentuan tersebut terhadap  putusan atas kasus Ahok dapat berarti bahwa hakim tidak boleh memutus Ahok bersalah dengan Pasal 156a KUHP.

Namun demikian, tidaklah tanpa “dasar hukum” ketika majelis hakim “tetap” memutus Ahok bersalah melanggar Pasal 156a KUHP meski JPU menuntut Ahok hanya terbukti bersalah melanggar Pasal 156 KUHP. Ultra Petita kasus Ahok bukan fenomena yang pertama dalam praktek hukum pidana, sebelumnya, sebut saja Ultra Petita dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam perkara dugaan suap penanganan Pilkada Lebak Banten dan Lampung Selatan dengan terdakwa Susi Tur Andayani, ada juga Yurisprudensi tanggal 21 Maret 1989 berupa Putusan MA Nomor 675/Pid/1989, serta lainnya. Terlepas dalam Undang-Undang  disebutkan bahwa hakim dalam memutus harus berdasarkan hukum, hakim juga diberikan kebebasan untuk menggali, mengikuti dan memakai nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Foto : Bukan Ahok.
_________
Pengaruh nonton berita putusan Ahok
Share:
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkomentar dengan baik.

Isu Hangat

LALU SULAIMAN

Dan seandainya saya menjadi GUBERNUR, maka saya akan "Membesarkan yang kecil dan menguatkan yang lemah". Itu saja sihh.----»S e l e n g k a p n y a
Artikel Terkait
» Artikel 1
» Artikel 2
» Artikel 3