- Merealisasikan sholat pada waktunya;
- Sholat berjamaah pahalanya 27 (dua puluh tujuh) derajat;
- Membangun solidaritas antar jamaah. Aspek ini adalah yang paling menonjol dalam ajaran sholat berjamaah. Hal ini terlihat pada pelaksanaannya bahwa sholat berjamaah harus dilakukan oleh dua orang atau lebih. Dengan demikain, antara satu sama lain harus saling bahu membahu untuk meraih keutamaan yang lebih besar, yakni pahala 27 (dua puluh tujuh) derajat;
- Membangun jiwa kepemimpinan yang kuat. Aspek ini, dalam sholat berjamaah terangkum pandangan bahwa antara imam (pemimpin) dan makmum (rakyat) dalam sebuah kehidupan bersama dikehendaki bahwa pemimpin mengayomi rakyat dan rakyat atau makmum harus mematuhi meski dirinya merasa lebih pantas menduduki posisi imam.
- Menjalin kasih sayang sesama manusia. Aspek ini berdasar pada hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW., bersabda : “kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai, tidaklah aku tunjukkan kepada kalian suatu amalan yang apabila kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai?. Sebarkan salam diantara kalian”.
- Terbentuknya rasa persamaan sesama manusia. Hal ini bersebab, dalam sholat berjamaah akan berkumpul orang yang paling kaya di samping orang yang paling miskin, seorang penguasa bersebelahan dengan rakyat, seorang hakim berjejer bersama orang yang dihakimi dan anak-anak atau remaja berdampingan dengan orang yang sudah tua, dengan ini maka akan tercipta rasa persamaan, oleh karena itulah Rasulullah SAW., memerintahkan untuk meluruskan shaf. Dan Nabi Muhammad SAW., bersabda:“luruskanlah shaf dan jangalah kalian bershaf bengkok sehingga hati-hati kalian menjadi berselisih”.
SULAIMANLAW ID | PHOTOGRAPHY 1
Lokasi : Pantai Kertasari, 2017.
SULAIMANLAW ID | PHOTOGRAPHY 2
Menatap keindahan Pantai Kertasari
SUASANA OMBAK DI PANTAI KERTASARI
Untung beruntung Langit cerah tanpa mendung Masalah datang menggunung Ke pantai main ombak menggulung Jangan murung Aseek
NYANYIAN LAUT
Meski saat kalah pun aku menang Karena kuberikan sepenuh diriku padamu Berapa kali harus kukatakan padamu Meskipun saat menangis kau tetaplah cantik Dunia ini mengecilkan hatimu Aku kan selalu ada . . All Of Me | John Legend
DAN DOA-DOA ITU
Setiap hariku, mohon agar Kau senantiasa memberiku ketenangan dalam hati, kekuatan menempuhi segala dugaan yang mencoba. Kau beriku harapan menjawab segala persoalan, hadapi semua dalam tenang, hingga merasa kesungguhan. Tabahkanlah hatiku melalui semua itu. Kuatkanlah, jagakanlah diriku. . . #KUMOHON #AFGAN
BANJAR SARI DAN SHOLAT BERJAMAAH
Berpedoman pada Al Qur’an, didapatkan bahwa di dunia ini terdapat 3 (tiga) tipe atau golongan manusia, yang pertama adalah tipe manusia yang menyatakan dan meyakini bahwasanya hanya Allah sebagai satu-satunya Tuhan atau yang disebut "Golongan Mukmin", yang kedua adalah tipe manusia yang tidak menyembah Allah atau yang secara tegas disebut "Golongan Kafir", dan yang ketiga adalah tipe manusia yang mengaku beriman kepada Allah akan tetapi sesungguhnya mereka bukan orang yang benar-benar beriman, golongan ini disebut "Golongan Munafik".
Dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 3 dan 4 , tetang Golongan Mukmin, Allah menyebutkan : "(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka {3}. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang Telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat {4}.
Tetang Golongan Kafir, dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 6, Allah menyebutkan: "Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman {6}.
Adapun tetang Golongan Munafik, Allah sebutkan dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 8 : "Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian", pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman".
Bahwasanya, pernyataan meyakini tiada tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah utusan-Nya, mengandung konsekuensi bahwa setiap kita siap melaksanakan perintah Allah dan siap menjauhi segala larangan-Nya. Tentunya dengan berpedoman pada Al-qur’an dan As-sunnah, baik dalam kehidupan personal dan terlebih dalam kehidupan bersama atau dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
Dalam Al Qur’an dan As Sunnah, mendirikan sholat lima waktu sehari semalam merupakan salah satu perintah Allah yang sifatnya wajib dikerjakan, baik dikerjakan secara sendiri-sendiri, maupun dikerjakan secara berjamaah.
Banjar Sari adalah sebuah perkumpulan masyarakat yang dalam tata kelola pemerintahan di sebut "dusun", yang itu Dusun Banjar Tambak Sari. Sebagai kumpulan masyarkat, Banjar Sari menjadi salah satu wujud tatanan kehidupan bersama, dengan perkiraan tercatat bahwa Penduduk Dewasa Banjar Sari hingga saat ini berjumlah 131 (seratus tiga puluh satu) jiwa atau orang. Adapun catatan yang sangat penting dan patut di syukuri, bahwa semua masyarakat di Banjar sari adalah beragama Islam. Tentunya ini telah diketahui bersama.
Adanya fakta tentang jumlah dan anutan agama penduduk Banjar Sari, apabila dikaitkan dengan 3 (tiga) tipe atau golongan manusia sebagaimana telah disebutkan, semestinya bahwa masyarakat Banjar Sari termasuk dalam tipe atau golongan manusia yang seharusnya siap menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Tentunya dalam hal ini siap menjalan perintah Allah berupa mengerjakan sholat secara berjamaah sebagaimana perintah yang tersebutkan dalam Al Quran dan Hadist.
Dalam Al Qur’an suarat Al Baqarah ayat 43, Allah menyebutkan : "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku’-"{43}.
Ayat diatas, dalam penjelasannya menyebutkan, bahwa sholat yang dimaksud ialah sholat berjamaah dan dapat pula diartikan tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama orang-orang yang tunduk.
Dalam Hadist disebutkan: "Dari Mu’adz bin Jabal rodhiallohu ‘anhu berkata: Aku berkata, “Wahai Rasulullah, beritahu aku amal yang akan memasukanku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka”. Beliau bersabda, “Engkau telah bertanya tentang masalah yang besar. Namun itu adalah perkara yang mudah bagi siapa yang dimudahkan oleh Alloh subhanahu wa ta’ala. Engkau harus menyembah Alloh dan jangan menyekutukan-Nya dengan apapun, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah.”.........(hadist ini masih ada kelanjutannya). -(HR. Tirmidzi ia berkata, “Hadits ini hasan shahih.”).
Memang, dalam hal sholat berjamaah Para Ulama sepakat, bahwa sholat berjamaah hukumnya "Sunnah Muakkad", sedangkan menurut Imam Ahmad Bin Hanbal, sholat berjamaah hukumnya wajib. Akan tetapi, Rasulullah SAW selama hidupnya sebagai Rasul belum pernah meninggalkan sholat berjamaah di masjid meskipun Beliau dalam keadaan sakit. Bahwa Rosululah SAW pernah memperingatkan dengan keras keharusan sholat berjamaah di masjid, sebagai mana diuraikan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori Muslim yang artinya : “Demi jiwaku yang berada dalam kekuasaan-Nya, sungguh aku bertekad menyuruh mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku suruh seorang adzan untuk sholat dan seseorang untuk mengimami manusia, kemudian aku pergi kepada orang-orang yang tidak ikut sholat, kemudian aku bakar rumah mereka”.
Demikanlah, betapa Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan untuk mengerjakan sholat secara berjamaah. Namun demikian, bahwa nyatanya di Banjar Sari, mengenai perkara melaksanakan sholat secara berjamaah masih jauh dari seharusnya sebagaimana diperintahkan. Sehingga tidak jarang terlihat, sholat berjamaah dimasjid "Al Muhajirin Banjar Sari" hanya diisi oleh anak-anak atau oleh satu-dua orang dewasa saja. Karenanya, tidaklah berlebihan jika perkara-perkara yang lain berupa persatuan, pembangunan, pemerintahan, bahkan dalam urusan "bermain bersama" atau berolahraga, urusan kekeluargaan dan bertetangga, acap-kali terlihat kaku, tidak bersahaja, dan bahkan menimbulkan masalah antar sesama warga. Tentu hal ini ada kaitannya dengan "aktifitas" pelaksanaan sholat umunya oleh masyarakat Banjar Sari, dan terkhusus dalam hal pelaksanaan sholat secara berjamaah.
Betapa tidak, secara umum sholat disebutkan dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana dalam Al Qur’an surat Al 'Ankabuut ayat 45, Allah menyatakan : "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan".
Selain itu, yang tidak kalah penting, bahwa sholat merupakan “tiangnya agama”, sebagaimana dalam Hadist yang sama diriwayat oleh Mu’adz seperti telah disebutkan sebelumnya, yang terjemahan seterusnya berbunyi : “Maukah kalian kuberitahu pangkal agama, tiangnya dan puncak tertingginya?”. Aku menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pokok urusan adalah Islam (masuk Islam dengan syahadat,-pent), tiangnya adalah sholat, dan puncak tertingginya adalah jihad.” Kemudian beliau melanjutkan, “Maukah kalian kuberitahu tentang kendali bagi semua itu?” Saya menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.” Beliau lalu memegang lidahnya dan bersabda, “Jagalah ini.” Saya berkata, “Wahai Nabi Alloh, apakah kita akan disiksa karena ucapan-ucapan kita?” Beliau menjawab, “Celaka kamu. Bukankah banyak dari kalangan manusia yang tersungkur kedalam api neraka dengan mukanya terlebih dahulu (dalam riwayat lain: dengan lehernya terlebih dahulu) itu gara-gara buah ucapan lisannya?”. -(HR. Tirmidzi ia berkata, “Hadits ini hasan shahih”).
Sedangkan secara khusus, kaitannya antara pelaksanaan sholat berjamaah dengan "keadaan nyata" di Banjar Sari, "bersebab" pelaksanaan sholat secara berjamaahnya yang masih jauh dari seharusnya, sehingga Keutamaan dan Hikmah Sholat Berjamaah tidak terwujud dalam kehidupan di Banjar Sari.
Banyak sekali Keutamaan dan Hikmah sholat berjamaah, diantaranya :
Itulah beberapa Keutamaan dan Hikmah sholat berjamaah. Tentang hal ini, ulama bernama Muhammad Ali Al-Hasyimi dalam tulisannya berjudul “Masyarakat Yang Beribadah Kepada Allah”, 2009, hal. 6 menyatakan: “Sholat berjamaah menghimpun individu masyarakat muslim lima kali dalam sehari dalam ketaatan, kedisplinan, kecintaan, persaudaraan dan persatuan di hadapan Allah SWT., realita seperti ini lebih nampak daripada sekedar berkumpulnya orang untuk melaksanakan sholat berjamaah. Sungguh, ia (sholat berjamaah) adalah metode yang cocok untuk membangun hubungan sosial, sebab dengan sholat berjamaah akan tercabut perasaan negatif, egois, dan terisolasi, sholat berjamaah mengangkat mereka dari kesibukan, ikatan dan kelalaian hidup, dimana masjid mengumpulkan mereka dan mengakrabkan hati mereka, maka sholat berjamaah adalah taman pendidikan harian untuk membina keakraban, persamaan, persatuan dan kasih sayang.”
Terkahir, sebagai tambahan pengetahuan bersama, bahwa berdasarkan --Hasil Penelitian-- yang dilakukan oleh seorang mahasiswi Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, Neti Faila Suffa, dalam penelitian skripsinya yang berjudul “Pengaruh Sholat Berjamaah Terhadap Perilaku Sosial”, 2010, hal. 73, mendapatkan kesimpulan : bahwa hikmah sholat berjamaah mempunyai pengaruh positif yang sangat besar terhadap perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan sosial atau dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh karenanya, pantaslah bila masyarakat Banjar Sari umumnya, apabila kita menghendaki Banjar Sari yang lebih baik, maka : "MARI MEMBIASAKAN DIRI SHOLAT BERJAMAAH, DAN TINGKATKAN KEHADIRAN UNTUK SHOLAT BERJAMAAH WABIL KHUSUS DI MASJID AL MUHAJIRIN BANJAR SARI". Terlepas dari apapun alasannya : bahwa perintah sholat adalah perintah Allah yang sifatnya WAJIB. Dan khusus saat ini, momentum terbaiknya adalah membiasakan diri melaksanakan sholat berjamaah di masjid dalam rangka menyambut datangnya Bulan Suci Ramadhan yang in syaa allah dalam waktu dekat ini akan kita laksanakan.
Demikian, semoga bermanfaat.
___________
Intisari Khutbah Jum'at tanggal 14 April 2017.
MEMAHAMI PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM UNDANG-UNDANG ITE
Kemajuan teknologi yang memudahkan manusia untuk saling berkomunikasi, berbagi informasi bahkan bertransaksi secara elektronik, telah menjadi “ruang baru” bagi terjadinya suatu tindak pidana, terlebih berupa tindak pidana pencemaran nama baik. Kenyataan demikian sudah pasti menjadi salah satu alasan sehingga dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik beserta perubahannya yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atau yang secara singkat sering disebut “UU ITE”, menjadi mengatur pula tentang tindak pidana pencemaran nama baik.
Pencemaran nama baik secara esensi merupakan satu tindak pidana berupa perbuatan yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sehingga nama baik orang tersebut menjadi tercemar atau rusak. Dalam UU ITE, ketentuan tentang tindak pidana pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 43 ayat (1).
Penting untuk diketahui, bahwa pasal pencenaran nama baik dalam UU ITE atau Pasal 27 ayat (3), tidak dapat dipisahkan dari ketentuan pasal 310 dan Pasal 311 tentang penghinaan dalam KUHP. Hal ini berdasar pada adanya penegasan dari Mahkamah Kostitusi dalam putusannya atas permohonan pengujian Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Mengenai hal ini, Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 50/PUU-VI/2008 tentang Konstitusionalitas Pasal 27 ayat (3) UU ITE menegaskan bahwa keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict. Lebih jauh dalam putusannya, Mahkamah Kostitusi juga menegaskan bahwa delik pencemaran nama baik Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan. Secara lengkap, dalam pertimbangannya pada butir [3.17.1] Mahkamah Konstitusi menjelaskan : "Bahwa terlepas dari pertimbangan Mahkamah yang telah diuraikan dalam paragraf terdahulu, keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut, harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, sehingga Pasal a quo juga harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut di depan Pengadilan".
Tidak terlepas dari pertimbangan Mahkamah Konstitusi diatas, sangat beralasan ketika ketentuan tentang pencemaran nama baik dalam KUHP dijadikan sebagai genus delict atas keberlakuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, mengingat bahwa sebelumnya pengaturan tentang tindak pidana pencemaran nama baik telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mengacu pada KUHP, tindak pidana pencemaran nama baik dikenal sebagai pasal "penghinaan" yang secara khusus pengaturannya terdapat dalam Bab XIV tentang Penghinaan yaitu termuat dalam Pasal 310 s.d 321 KUHP. Dalam KUHP, sebagaimana Pasal 319, terhadap jenis delik atas pencemaran nama baik, telah secara tegas menyebutkan bahwa tindak pidana pencemaran nama baik merupakan delik aduan. Berbeda halnya dengan KUHP, dalam UU ITE tidak terdapat satu pasal pun yang menyebutkan secara jelas tentang apakah tindak pidana pencemaran nama baik yang termuat di dalamnya merupakan delik aduan atau tidak.
Kejelasan tentang jenis delik atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE penting untuk diperhatikan, mengingat di dalam ketentuan pidana terhadap setiap jenis delik pidana tertentu menghendaki syarat tertentu dalam pelaksanaannya. Bahwa ketika tindak pidana pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE tidak dapat dipisahkan dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, yang kemudian merupakan delik aduan, maka secara benar dalam pelaksanaannya, dalam hal deliknya hanya dapat dilakukan pelaporan atau pengaduan terbatas oleh setiap orang yang merasa nama baiknya telah tercemar atau rusak. Selain itu, terhadap yang diduga sebagai pelaku yang menjadi terlapor atau teradunya terbatas pada setiap orang, bukan institusi atau badan hukum atau pemerintah. Mengenai hal ini, sejalan dengan yang diterangkan oleh kepala subdit penyidikan Cyiber Crime Kementrian Komunikasi dan informatika (Kominfo) RI, TEGUH ARIFIYADI, S.H. M.H., dalam keterangannya sebagai Ahli Hukum khusus UU ITE dalam perkara No. 1933/Pid.Sus/X/2016 di Pengadilan Negeri Makassar, dengan terdakwa atas nama Yusniar sebagaimana Nota Pembelaan Tim Kuasa Hukumnya. Berdasarkan keahliannya, TEGUH ARIFIYADI, S.H. M.H., menerangkan bahwa Pasal 310 dan 311 unsurnya adalah harus seseorang yang diserang kehormatannya di muka umum, hanya boleh ditujukan kepada orang perseorangan, tidak boleh institusi atau badan hukum atau pemerintah.
Secara khusus, hal penting lain yang perlu diketahui perihal tindak pidana pencemaran nama baik dalam UU ITE yaitu tentang bentuk perbuatan yang dijerat dalam Pasal 27 ayat (3), serta tentang adanya perubahan ancaman pidananya. Dalam UU ITE, Pasal 27 ayat (3), berbunyi : “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Terhadap bunyi Pasal 27 ayat (3) yang demikian, Muhammad Rizasdi, SH., dalam Anotasi Putusan Pencemaran Nama Baik Melalui Media Internet No. Register Perkara: 1333/Pid.Sus/2013/PNJKT.SEL (Terdakwa Benny Handoko), hal. 25, yang diterbitkan oleh Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI - FHUI), Cetakan Pertama, November 2015, menyatakan bahwa bentuk perbuatan yang dijerat oleh pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah perbuatan yang menyebarluaskan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan negatif tanpa hak. Artinya, selama penyebarluasan tersebut dilakukan dengan cara yang sah, maka pasal ini tidak tepat dikenakan terhadap terdakwa.
Masih oleh Muhammad Rizasdi, SH., lebih lanjut dijelaskan bahwa rumusan pasal 27 ayat (3) UU ITE menekankan pada perbuatan menyebarluaskan melalui perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik. Rumusan tersebut tidak secara tegas menunjuk pada perbuatan menuduh seseorang melakukan sesuatu perbuatan tertentu. Hal ini berbeda dengan rumusan delik penghinaan pada KUHP. Dalam pasal 310 ayat (1) disebutkan secara tegas bahwa rumusan perbuatan yang dilarang adalah menuduhkan sesuatu hal. Rumusan tersebut menunjukkan bahwa pengaturan penghinaan di KUHP ditujukan terhadap orang yang secara langsung menghina seseorang dengan cara menuduhkan suatu hal atau perbuatan, tanpa memperdulikan sifat perbuatan tersebut apakah secara sah atau tanpa hak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pasal 27 ayat (3) tidak tepat untuk dikenakan terhadap pelaku utama penghinaan, pasal ini merupakan delik penyebarluasan secara tanpa hak atas suatu tuduhan yang memuat unsur penghinaan yang dilakukan melalui media elektronik berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Dengan demikian, sependapat dengan Muhammad Rizasdi, SH., bahwa rumusan pasal 27 ayat (3) akan tepat digunakan terhadap orang yang dengan sengaja menyebarluaskan suatu pernyataan penghinaan di internet. Terhadap penghinaan itu sendiri pada dasarnya akan lebih tepat apabila dikenakan dengan pasal penghinaan sebagaimana diatur dalam KUHP.
Terakhir, mengenai ancaman pidana terhadap tindak pidana pencemaran nama baik atau Pasal 27 ayat (3) UU ITE sebagaiman termuat dalam Pasal 43 ayat (1) yang menyebutkan : “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”, Khusus mengenai ancaman pidana tersebut, dengan telah dilakukannya perubahan terhadap UU ITE sebagaiamana Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, ancaman pidana atas pencemaran nama baik dalam UU ITE turun menjadi 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Sehingga terhadap pelaku pencemaran nama baik dalam UU ITE dimungkinkan untuk tidak dilakukan uapaya paksa berupa penahanan.